Cari Blog Ini

Sabtu, 11 November 2017

Bagaimana makrifatuloh sejati itu ?
By : Wahyudi Pratama Suta
==========================================
Benarkah Makrifatullah adalah pencapaian Tertinggi…?
Apakah benar yg sudah terbuka Bashirohnya ?
Basiroh melihat nur ilahi, nur insani dan nur rasuli adalah sudah makrifatuloh ?
Apakah benar seorang yang sudah melihat dirinya sendiri yang gaib, saudara kembar nya adalah sudah makrifatuloh ?
Apakah benar seorang yang sudah memahami ayat mutasabihat alquran adalah sudah makrifatuloh ?
Apakah benar seorang yang sudah mewarisi imu laduni dan kesaktian adalah seorang yang sudah makrifatuloh ? 
Apakah benar seorang yang sudah memahami teori-teori / filsafat tentang kesadaran universal adalah seorang yang makrifatuloh ?
Apakah benar seorang yang atheis, yang sudah menanggalkan agama adalah seorang yang makrifatuloh ?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu mungkin ada yang mengena ke diri kita sendiri, kalau cuma mampu melihat zat ilahi yang meliputi nur-nur itu maka itu disebut makrifat kepada nur ilahi.
Kalau mampu melihat dirinya sendiri/ saudara kembar / Roh Kudus itu berarti makrifat kepada batinnya sendiri.
Kalau mampu menyibak tabir ayat-ayat mutasabihat kitab suci itu berarti makrifat kepada kitab suci.
Kalau mampu mewarisi imu laduni dan memiliki kesaktian itu berarti makrifat kepada kekuatan gaib.
Kalau mampu berfilsafat secara universal itu berarti makrifat kepada pikirannya sendiri.
Kalau dia sudah menanggalkan agama dan berjiwa ateis berarti sudah makrifat kepada pikiran dan logika hatinya sendiri.

Bermakrifat seperti diatas itu sendiri, sudah tidak lagi pengkotak-kotak kan dalam dirinya sendiri.
Cahaya Ilahi sudah direalitaskan menjadi perkataannya sendiri.
Roh Kudus sudah direalitaskan menjadi dirinya sendiri.
Ilmu Laduni dan kesaktian sudah direalitaskan dalam tubuhnya sendiri.
Ayat-ayat kitab suci sudah direalitaskan dalam bahasanya sendiri.
Agama, filsafat dan ateis sudah direalitaskan menjadi kitabnya sendiri.
Alam astral dan kegaiban sudah direalitaskan menjadi alam nyata dan realita.
Akhirnya yang disebut makrifatuloh sejati itu tak lain adalah menjadi Diri Sendiri, menjadi manusia apa adanya, atau menjadi manusia biasa saja.
Sebagai manusia biasa, tentu akan hidup atas kehendaknya sendiri dan menyelaraskan dengan kepentingan dirinya sendiri, artinya bila si badan ini haus, lapar maka bersegeralah minum dan makan tanpa harus menahan-nahan segala.
Bila si badan ini lelah maka tidurlah.
Bila si badan ini sakit maka berobatlah.
Bila si badan ini ingin kaya maka bekerjalah.
Apakah gampang menjadi manusia biasa ? sangat sulit !
bahkan luar biasa sulit !
letak kesulitannya adalah si ruh atau badan halus kita harus hidup seperti layaknya si badan ini hidup, dengan kata lain si ruh ini lah yang hanya mampu membina dan membimbing si badan ini.

Nah, sulit bukan ? 

berarti menjadi manusia biasa itu harus mengalami sendiri makrifat terhadap cahaya, makrifat terhadap batin, makrifat terhadap pikiran, makrifat terhadap kegaiban, makrifat terhadap perasaan dan makrifat terhadap agama, filsafat, atheis dan isme-isme yang lain.
Lalu apa untungnya menjadi manusia biasa ?
jelas sangat diuntungkan !
dirinya sudah ada di alam kebebasan meskipun masih berjasad, inilah jalan untuk meretas jalan menuju alam kebebasan sesungguhnya, yaitu keabadian.
Bukankah disebutkan di berbagai kitab suci dulu di zaman entah kapan bahwa saya, anda, kita semua sudah menyatakan kesaksian bahwa Tuhan itu esa dan berjanji tidak akan mengingkarinya.
Berjanji kepada siapa ?
bersaksi kepada siapa ? Ya, ternyata kepada si ruh atau badan halus kita sendiri lah kita berjanji dan bersaksi, memang kepada siapa ? kepada Tuhan ?? janganlah bermain-main dengan kata Tuhan, Allah dsb.
Mending instrospeksi dan berkaca kepada diri sendiri, sudahkah saya berkenalan dengan badan halus saya sendiri ? berkenalan ini ya tegur sapa, ada dialog interaktif. 

Bila belum, berarti anda belum memasuki area bermakrifat terhadap batinnya sendiri.
Berarti pula anda selama ini hanya bermakrifat kepada pikiran, halusinasi sendiri dan keyakinan orang lain semata.
Maka tanggalkanlah makrifatuloh !

berjalanlah di muka bumi secara ' telanjang bebas ' tanpa pikiran dan perasaan yang bergelayut doktrinitas orang lain,meskipun orang lain itu sekelas nabi.


Menjadi diri sendiri bukanlah memusuhi nenek moyang, leluhur yang sudah ada di alam keabadian sejati. Justru, diri kita bergabung dalam komunitas mereka yang sudah ada dalam kesadaran tertinggi.
#merdekaaaa..............

Tidak ada komentar: