Pengertian
antara Ketiadaan dan Keberadaan
By Wahyudi Pratama Suta
Hampir
disemua kitab kitab suci agamis, sastra bahasa mereka secara filsafat memuat
tentang esensi ketiadaan Tuhan dan Keberadaan wujudnya, bahkan inilah nilai
penyaksian yg paling utama didalam setiap kitab sastra suci agar manusia dapat
memahaminya, kenapa…?
Semata mata agar jiwa manusia itu dapat kembali
kepada kemurnian ketiadaan itu dalam keberadaan dirinya.
Hakikat
sebuah ketiadaan yg dapat saya pahami secara selaras antara hati dan logika
berpikir, saya melihat secara utuh bahwa Ruang ketiadaan itu merupakan inti
daya atau inti energy semesta. Bagaimana saya dapat mengatakannya demikian….?
Saya
mencermatinya dengan seksama peta petunjuk untuk meretas satu hal ini dari
sebuah kalimat Laa haula wa la quwata illah billahil aliyil adhim, begitulah
kalimat filsafat sastra ini mulai hadir dibenak saya dan selalu bertanya kenapa
dan bagaimana…??
Tiada
Daya upaya selain daya upaya Tuhan, begitulah kalimat tersebut jika diartikan
dlm bahasa yg saya kenali, lalu singkronisasi itu terjadi antara nurani dan
logika berpikir saat saya memegang sebuah batu, kenapa semua makhluk ada di jaman
batu, semua prasasti dan sastra merujuk kpd batu batuan peninggalan bersejarah.
Batu
hanyalah sebuah benda bagi awam dia tidaklah hidup…!
Namun
bagi saya batu adalah makhluk hidup juga karena batu memiliki kekuatan alias
daya semesta.
Setiap hal yg memiliki kekuatan alias daya bagi saya
pribadi disitu ada Energy Semesta yg disebut dalam bahasa religius ada Tuhan
itu sendiri dalam manifestasi ketiadaan dan keberadaan.
Unsur
ketiadaan pada batu kekuatannya tak terlihat secara kasad mata, namun melalui
keberadaan wujud batu itulah saya dapat mengenali bahwa ada daya yg tak
terpikirkan yg mampu membuat susunan atom pada wujud itu untuk melekat dan
menyusun unsur kekuatan didalamnya.
Batu
menempati urutan pertama dalam peninggalan prasasti bersejarah dan penciptaan
alam semesta yg tampak pada bumi ini bertulang komponen beraneka varian jenis
batu batuan di dasarnya.
Penggalian
maknawi tentang Ketiadaan dan keberadaan itu sendiri hanyalah dapat dilakukan
oleh manusia yg memiliki pola pikir yg mampu menimbang ( hisab dan mizan )
didalam ruang psikologisnya atau ruang jiwanya.
Sementara
ketiadaan itu sendiri telah maujud dalam keberadaanya yg tunggal, sehingga
dalam peradaban mula diijaman batu mereka mulai belajar menggosokkan batu dgn
batu sehingga mampu menimbulkan gesekan dan melahirkan Api untuk membakar.
Dari
inti ketiadaan dalam keberadaan sebuah batu yg dipertemukan dan dilakukan
gesekan yg terus menerus dan berulang ulang akan menghasilkan ledakan energy yg
berupa api, disinilah pengamatan nurani dan logika berpikir mulai tumbuh dan
berkembang adanya sebuah aksi dan reaksi antara pertemuan batu dan batu yg
menghasilkan energy dlm bentuk lain yaitu api.
Gesekan
itulah aksi dan reaksi yg dalam filsafat bahasa arab adalah sunnatullah yg
du\ipelajari manusia pada peradabannya dan mengalami perubahan, peningkatan dan
pemutakhiran dalam pembelajarannya disetiap peradaban manusia. Sunnatullah atau
hokum aksi reaksi dan dualitas ini sering dilakukan kajian kajian yg sangat
komprensif dari awal kehidupan dijamannya sampai pada era modern ini.
Sunnatullah
yg merupakan hokum kausalitas itu sendirilah yg mengandung gerak alias af’al
dan sifat sifat yg multi talent dan berkarakter sesuai wujudnya, sehingga
menimbulkan faedah dan kegunaan yg mampu memfasilitasi kehidupan itu sendiri.
Gerak
alias af’al dan seifat serta faedah yg mampu dinamai nama nama yg baik untuk
peruntukkannya adalah kemuliaan Sang daya itu sendiri sehingga mampu dilabeli
dlm sastra bhs arab yaitu Muhammad artinya kemuliaan.
Kemuliaan
dari Sang inti daya semesta ini merupakan sunnatullah dlm ruang lingkup
keberadaan dari ketiadaan itu sendiri dan keduanya adalah kesatuan yg utuh
tanpa sekat.
Dengan
saya menyaksikan secara utuh hanya pada batu saya telah menyaksikan Inti daya
Ketiadaan dan Keberadaan itu sendiri bahwa Tuhan juga berwajah dalam keberadaan
wujud batu.
Wajah
bukan bentuk dan rupa batu melainkan dayaguna dalam batu itu sendiri, dimana
wajah itu tercermin dalam kekuatan batu yg mampu utuh menyatukan komponen unsure
didalamnya dengan gerak yg diam bersifat keras dan berguna sbg penyangga
kehidupan kita berupa tulang bumi.
Maka
guna itulah Muhammad yg saya saksikan secara utuh meliputi wujud batu dan apa
saja yg ada dialam semesta raya ini sesuai dgn wujudnya.
Dan
dapat akhirnya saya mengambil seuatu kesimpulan yg pasti bahwa ketiadaan adalah
inti daya energy semesta itu sendiri yg tak dapat diserupakan oleh sesuatupun
dan tak setara dgn apapun karena energy itu menempati seluruh ruang dan waktu
sehingga kecerdasan manusia tak mampu mendeskripsikannya secara persis sehingga
difalsalfahkan dalam kalimat filsafat arab laisa kamislihi syaiun maka sebagian
kebijaksanaan manusia itu menyatakannya dengan Sang Kosong, Sang Maha Daya, Sang
Tiada, Acintya, Sunia, dan dlm filsafat arab yaitu Laa ilaha ilalloh artinya
ketiadaan itulah Alloh swt, sedangkan manifestasi wajahnya dapat dipelajari
secara ilmiah yaitu keberadaan wujudnya yg difalsafahkan dengan kalimat
muhammadarosulullah yg artinya kemuliaan itulah utusan yg nyata yaitu gerak
sifat dan faedah yg dapat dilabeli dengan nama nama yg baik atau asmaul husna
dan ekasatvipram bahuda vadanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar