Cari Blog Ini

Rabu, 08 November 2017

Pengertian antara Ketiadaan dan Keberadaan
By Wahyudi Pratama Suta

Hampir disemua kitab kitab suci agamis, sastra bahasa mereka secara filsafat memuat tentang esensi ketiadaan Tuhan dan Keberadaan wujudnya, bahkan inilah nilai penyaksian yg paling utama didalam setiap kitab sastra suci agar manusia dapat memahaminya, kenapa…?

Semata mata agar jiwa manusia itu dapat kembali kepada kemurnian ketiadaan itu dalam keberadaan dirinya.

Hakikat sebuah ketiadaan yg dapat saya pahami secara selaras antara hati dan logika berpikir, saya melihat secara utuh bahwa Ruang ketiadaan itu merupakan inti daya atau inti energy semesta. Bagaimana saya dapat mengatakannya demikian….?

Saya mencermatinya dengan seksama peta petunjuk untuk meretas satu hal ini dari sebuah kalimat Laa haula wa la quwata illah billahil aliyil adhim, begitulah kalimat filsafat sastra ini mulai hadir dibenak saya dan selalu bertanya kenapa dan bagaimana…??

Tiada Daya upaya selain daya upaya Tuhan, begitulah kalimat tersebut jika diartikan dlm bahasa yg saya kenali, lalu singkronisasi itu terjadi antara nurani dan logika berpikir saat saya memegang sebuah batu, kenapa semua makhluk ada di jaman batu, semua prasasti dan sastra merujuk kpd batu batuan peninggalan bersejarah.

Batu hanyalah sebuah benda bagi awam dia tidaklah hidup…!

Namun bagi saya batu adalah makhluk hidup juga karena batu memiliki kekuatan alias daya semesta.
Setiap hal yg memiliki kekuatan alias daya bagi saya pribadi disitu ada Energy Semesta yg disebut dalam bahasa religius ada Tuhan itu sendiri dalam manifestasi ketiadaan dan keberadaan.

Unsur ketiadaan pada batu kekuatannya tak terlihat secara kasad mata, namun melalui keberadaan wujud batu itulah saya dapat mengenali bahwa ada daya yg tak terpikirkan yg mampu membuat susunan atom pada wujud itu untuk melekat dan menyusun unsur kekuatan didalamnya.
Batu menempati urutan pertama dalam peninggalan prasasti bersejarah dan penciptaan alam semesta yg tampak pada bumi ini bertulang komponen beraneka varian jenis batu batuan di dasarnya.

Penggalian maknawi tentang Ketiadaan dan keberadaan itu sendiri hanyalah dapat dilakukan oleh manusia yg memiliki pola pikir yg mampu menimbang ( hisab dan mizan ) didalam ruang psikologisnya atau ruang jiwanya.
Sementara ketiadaan itu sendiri telah maujud dalam keberadaanya yg tunggal, sehingga dalam peradaban mula diijaman batu mereka mulai belajar menggosokkan batu dgn batu sehingga mampu menimbulkan gesekan dan melahirkan Api untuk membakar.

Dari inti ketiadaan dalam keberadaan sebuah batu yg dipertemukan dan dilakukan gesekan yg terus menerus dan berulang ulang akan menghasilkan ledakan energy yg berupa api, disinilah pengamatan nurani dan logika berpikir mulai tumbuh dan berkembang adanya sebuah aksi dan reaksi antara pertemuan batu dan batu yg menghasilkan energy dlm bentuk lain yaitu api.

Gesekan itulah aksi dan reaksi yg dalam filsafat bahasa arab adalah sunnatullah yg du\ipelajari manusia pada peradabannya dan mengalami perubahan, peningkatan dan pemutakhiran dalam pembelajarannya disetiap peradaban manusia. Sunnatullah atau hokum aksi reaksi dan dualitas ini sering dilakukan kajian kajian yg sangat komprensif dari awal kehidupan dijamannya sampai pada era modern ini.

Sunnatullah yg merupakan hokum kausalitas itu sendirilah yg mengandung gerak alias af’al dan sifat sifat yg multi talent dan berkarakter sesuai wujudnya, sehingga menimbulkan faedah dan kegunaan yg mampu memfasilitasi kehidupan itu sendiri.

Gerak alias af’al dan seifat serta faedah yg mampu dinamai nama nama yg baik untuk peruntukkannya adalah kemuliaan Sang daya itu sendiri sehingga mampu dilabeli dlm sastra bhs arab yaitu Muhammad artinya kemuliaan.
Kemuliaan dari Sang inti daya semesta ini merupakan sunnatullah dlm ruang lingkup keberadaan dari ketiadaan itu sendiri dan keduanya adalah kesatuan yg utuh tanpa sekat.

Dengan saya menyaksikan secara utuh hanya pada batu saya telah menyaksikan Inti daya Ketiadaan dan Keberadaan itu sendiri bahwa Tuhan juga berwajah dalam keberadaan wujud batu.
Wajah bukan bentuk dan rupa batu melainkan dayaguna dalam batu itu sendiri, dimana wajah itu tercermin dalam kekuatan batu yg mampu utuh menyatukan komponen unsure didalamnya dengan gerak yg diam bersifat keras dan berguna sbg penyangga kehidupan kita berupa tulang bumi.
Maka guna itulah Muhammad yg saya saksikan secara utuh meliputi wujud batu dan apa saja yg ada dialam semesta raya ini sesuai dgn wujudnya.


Dan dapat akhirnya saya mengambil seuatu kesimpulan yg pasti bahwa ketiadaan adalah inti daya energy semesta itu sendiri yg tak dapat diserupakan oleh sesuatupun dan tak setara dgn apapun karena energy itu menempati seluruh ruang dan waktu sehingga kecerdasan manusia tak mampu mendeskripsikannya secara persis sehingga difalsalfahkan dalam kalimat filsafat arab laisa kamislihi syaiun maka sebagian kebijaksanaan manusia itu menyatakannya dengan Sang Kosong, Sang Maha Daya, Sang Tiada, Acintya, Sunia, dan dlm filsafat arab yaitu Laa ilaha ilalloh artinya ketiadaan itulah Alloh swt, sedangkan manifestasi wajahnya dapat dipelajari secara ilmiah yaitu keberadaan wujudnya yg difalsafahkan dengan kalimat muhammadarosulullah yg artinya kemuliaan itulah utusan yg nyata yaitu gerak sifat dan faedah yg dapat dilabeli dengan nama nama yg baik atau asmaul husna dan ekasatvipram bahuda vadanti. 

Tidak ada komentar: