Dalam
berpolitik, spiritual memang tak dianggap penting untuk dipegang erat…???
Tajuk sore
Sabtu, 4 Nopember 2017
Jendela Berpikir
Oleh
Wahyudi Pratama Suta
Seorang
manusia kesepian yg hanya mengungkapkan pola pikirnya diatas maya
Spiritualitas
adalah nilai yang ada dalam diri manusia yang meyakini bahwa terdapat kekuatan
besar di atas kekuatannya sendiri sebagai manusia. Yang dimaksud kekuatan besar
itu adalah Tuhan yang menguasai alam semesta. Dengan demikian, manusia tidak
akan menjadikan kehendaknya sendiri sebagai dasar dalam menjalani hidup ”Orang
yang cerdas adalah orang yang pandai menghisab dirinya di dunia dan beramal
untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang
dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya suka berharap kepada Allah
tanpa melakukan apa-apa.” (HR Tirmidzi).
Dalam
logika politik kekuasaan, spiritualitas justru dianggap sebagai penghambat,
karena akan membatasi ruang gerak untuk bertindak sesuai kehendak sendiri dan
kepentingan kelompoknya.
Logika
pola pikir anak anak bangsa yang seperti inilah, yang menyebabkan bangsa kita
kian terpuruk. Berbagai kasus korupsi yang melibatkan para petinggi negara yang
bergulir selama ini memperjelas bahwa yang mengendalikan ranah publik saat ini
adalah politik kekuasaan yang meminggirkan dan membatasi nilai-nilai spiritual
itu sendiri.
Untung saja hati nurani atau spiritual publik tidak ikut-ikutan mati. Jika spiritual publik ikut mati, maka bisa dipastikan keadaan bangsa ini kian amburadul.
Namun yang lebih memprihatinkan dan sangat menyedihkan adalah para pemimpin yang seharusnya menjadi penjaga utama moral bangsa, justru bertindak semaunya sendiri, tanpa berjalan pada rel spiritual.
Untung saja hati nurani atau spiritual publik tidak ikut-ikutan mati. Jika spiritual publik ikut mati, maka bisa dipastikan keadaan bangsa ini kian amburadul.
Namun yang lebih memprihatinkan dan sangat menyedihkan adalah para pemimpin yang seharusnya menjadi penjaga utama moral bangsa, justru bertindak semaunya sendiri, tanpa berjalan pada rel spiritual.
Para
politisi malah mengotak-atik bagaimana mendapatkan kekayaan yang
sebesar-besarnya dari negara untuk dinikmati dengan kelompoknya. Mereka hanya
mementingkan nafsu saja.
Nilai-nilai
spiritual yang seharusnya dijunjung tinggi, sekarang ini sudah semakin mengecil
dan surut.
Padahal seharusnya tidak demikian. Sering sekali kita dengar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menempatkan nilai-nilai spiritual pada posisi terhormat.
Padahal seharusnya tidak demikian. Sering sekali kita dengar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menempatkan nilai-nilai spiritual pada posisi terhormat.
Jika
kita telisik lagi dasar negara kita, maka sudah jelas bahwa spiritual adalah
hal yang paling penting.
Kita
semua tahu, dalam Pancasila sila pertama dituliskan “Ketuhanan yang maha Esa”.
Itu artinya spiritual adalah hal yang harus diutamakan dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.
Terlebih
untuk mengurusi negara, maka sudah selayaknya menempatkan spiritual dalam
politik merupakan “harga mati”.
Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan dunia perpolitikan kita ini cenderung keruh dan sering dikatakan kotor?
Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan dunia perpolitikan kita ini cenderung keruh dan sering dikatakan kotor?
Tentu
pertanyaan itu sudah diketahui jawabannya, bahwa selama ini yang menjadi
penyebab adalah para pemegang kekuasaan tidak lagi menempatkan spiritual dalam
menjalankan kekuasaannya.
Kita
mencoba berkaca dari sisi lain dinegara seberang untuk mengambil suatu hikmah
atas sesuatu hal yg pantas untuk diambil sebagai pelajaran.
Mari
kita sejenak melihat jiwa Negeri Sakura ini mempunyai kepemimpinan yang secara
umum belandaskan pada etika dan spirit Bushido.
Bushido terdiri dari kata, yaitu bushi yang berarti kesatria atau prajurit dan do yang arinya jalan. Bushido atau “jalan kesatria atau prajurit” merupakan sebuah sistem etika atau aturan moral keksatriaan yang berlaku di kalangan samurai khususnya di zaman feodal Jepang (Abad 12-19).
Bushido terdiri dari kata, yaitu bushi yang berarti kesatria atau prajurit dan do yang arinya jalan. Bushido atau “jalan kesatria atau prajurit” merupakan sebuah sistem etika atau aturan moral keksatriaan yang berlaku di kalangan samurai khususnya di zaman feodal Jepang (Abad 12-19).
Makna bushido secara umum bisa di
artikan sikap rela mati untuk negara atau kerajaan.
Yamamoto Tsunetomo dalam Hagakure mengungkapkan bahwa para samurai setiap pagi harus selalu menanamkan diri mereka tentang bagaimana cara untuk mati.
Yamamoto Tsunetomo dalam Hagakure mengungkapkan bahwa para samurai setiap pagi harus selalu menanamkan diri mereka tentang bagaimana cara untuk mati.
Setiap
malam mereka menyegarkan kepala mereka tentang menghadapi kematian, sehingga
menjadi tidak takut mati.
Tugas
dan amanat yang diberikan harus diperjuangkan dan dilakukan dengan baik, meski
nyawa menjadi taruhannya. Mereka menjadi orang-orang yang mencintai tugas dan
kewajibannya melebihi kecintaaan mereka pada diri mereka sendiri.
Bahkan,
jika mereka gagal menunaikan tugas, maka mereka rela melakukan bunuh diri atau
lebih dikenal dengan seppuku (pengeluaran isi perut)
atau harakiri (penyobekan perut). Namun, saat ini tradisi
bunuh diri berubah menjadi sikap mengundurkan diri dari jabatan secara terhormat
daripada menanggung malu karena tak mampu menunaikan tugas.
Selalu mengingat mati dan berjuang mati-matian dalam menjalankan tugas inilah yang seharusnya dilakukan oleh para pemimpin kita. Dengan begitu mereka tidak akan teledor dalam menjalankan amanat rakyat.
Selalu mengingat mati dan berjuang mati-matian dalam menjalankan tugas inilah yang seharusnya dilakukan oleh para pemimpin kita. Dengan begitu mereka tidak akan teledor dalam menjalankan amanat rakyat.
Oleh
karena itu, spiritualitas harus benar-benar ditanamkan dalam jiwa pemimpin dan
semua rakyat Indonesia.
Bagi Indonesia yang selama ini masih harus berbenah, menempatkan spiritualitas dalam berpolitik merupakan hal yang sangat diperlukan.
Bagi Indonesia yang selama ini masih harus berbenah, menempatkan spiritualitas dalam berpolitik merupakan hal yang sangat diperlukan.
Demikianlah
harapan kaum berpikir kepada para pemimpin bangsa untuk tidak lagi mengikuti
hawa nafsu belaka. Semoga rana spiritual akan ditempatkan diatas nilai apapun
dan sebagai pondasi apapun dalam kehidupan merupakan Pondasi NKRI untuk menuju
sebuah peradaban holistic yg mumpuni disetiap perannya dalam Etika Hidup
berbangsa dan bernegara amin ya robbal alamin, om santih santih santih om.
Pola
pikir Kita sekarang akan menjadi sebab kehidupan kita berikutnya, dan itu akan
ditentukan oleh sikap kita saat ini…. Salam Rahayu AStu Sagung Dumadi
NKRI
hidup Holistik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar